Klematis
Add a description of the image here
Klematis
Add a description of the image here
Klematis
Add a description of the image here
Klematis
Add a description of the image here
-->

Wednesday, February 23, 2011

##MENCINTAI YANG BELUM SEMPAT DICINTAI

"Beri saya sebuah planet yang hidup!"

***

"saya seorang katolik." hanya itu yang diucapkannya sambil melambaikan tangan untuk menunjukkan bahwa tidak ada yang dapat ia tambahkan.

...kami berpisah saat itu juga.

***

Setelah kejadian malam itu, aku nyaris berniat menceburkan diri ke sungai kota sedalam lima meter. Sambil terisak-isak aku berjinjit-jinjit menahan agar tidak ada cairan asin yang keluar dari mataku.
Dan pagi harinya aku menolak sarapan bersama kedua orangtuaku karena kedua mataku membesar akibat semalaman terus berair.

***

Sekarang, kami dipertemukan kembali di depan toko kue yang berjarak lima kilometer dari sekolah kami dulu. Hampir delapan tahun. Dan rasanya sangat aneh. Aku tersenyum. Ia tersenyum cantik. Kami saling senyum untuk periode waktu yang cukup lama, sambil memikirkan kalimat apa yang akan kami katakan untuk perjumpaan awal ini.

"Sakitkah?"

aku menggeleng

"Aku mengakui memiliki beberapa kelemahan sepele." ujarnya sambil mengambil vanilla cupcakes dari sebelah kiriku.

"Maksudnya?" tanyaku

"Aku merasa tidak kehilangan apapun dengan melakukan pengakuan ini. Bagaimanapun kita tidak perlu terlalu menyembunyikan perasaan dari seekor tokek jumbo." ia tersenyum kembali dengan dagu yang manis.

"Katakanlah." aku semakin tak sabar

"Apa yang telah hilang dariku adalah sesuatu yang sangat berarti. Kamu dan aku. Kenapa kita tidak mencobanya sekarang? Aku sudah sama dengan apa yang kamu yakini dari dulu. kita seiman." ia menaikkan alisnya setinggi 2 cm

"ehhh...hmm...maaf Carisa. Aku sudah menikah dan memiliki dua orang anak."

Ia terdiam.

"aku akan mencintai yang belum sempat aku cintai..."

Tuesday, February 8, 2011

KRS-an

 UNTUK SAAT INI           
                       -SUSAHNYA KRS AN-

HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAH

FAKULTASKU GEJEEEE.......!!!!!!

Wednesday, February 2, 2011

-b l u k u t u k-

MENIT INI MENIT YANG GEJE

Tuesday, February 1, 2011

RECEHAN UANG 500 RUPIAH

“sewaktu kecil, aku sering memainkan lipstik milik ibuku hingga tinggal separo. Dan aku suka bergaya mirip pengantin dengan pemerah pipi yang menempel rusuh di kerah bajuku... aku merasa cantik saat itu.” [HALTE BUS 09.23] Mas Romli di sudut sana, menanti kembalian recehan untuk air mineral seribu lima ratus rupiah yang ia beli. Lalu kembali duduk anteng di sebelahku. Tersenyum, “Minum, dik?” “Nanti saja, mas.” Tolakku sambil membetulkan jilbab. Aku menahan-nahan tangis. Kami diam. Mas Romli membuka tutup botol, meminumnya. Kami diam. Aku mengamati penjual majalah edisi lawas. Kami diam. Mas Romli memainkan recehan-recehan lima ratus. Kami diam, hingga akhirnya pengamen kecil dengan bekas seragam pramuka yang telah robek saku depannya datang dan mengantongi recehan lima ratus itu. Kami tetap diam. [DI DALAM BUS JAYA MAJU 10.02] Aku membuka kaca bus, mengarahkan pandanganku, aku tersenyum. Mas Romli melambaikan tangan ke arahku. Ah, seandainya aku tidak melemah jika dengannya tadi. Akan kukatakan, “Mas, tunggu aku lima tahun lagi. Lalu minta ke orang tuaku, ajak aku menikah.”... ...lamunanku buyar. Suara pengamen cilik tadi melengking, mengalahkan puluhan orang yang masih terlihat berebut tempat duduk. “aku rlindu ssetengah mati kepadamu...sungguh kuingin kau tau...aku rlindu setengah mati...kepadamu....” Ia belum fasih melafalkan huruf ‘R’ tetapi sudah pandai mencari uang. Dan ia berhasil mengumpulkan recehan-recehan uang di dalam sebuah kantong bekas bungkus permen. Sedangkan aku masih mengandalkan gaji bapak untuk kuliahku di Jogja. Ingat bapak dan ibu di rumah... “Mbak...”pengamen itu menyodorkan kantong plastik. Aku tesenyum, lalu ia kuberi lembar seribuan satu. “Mbak Arfi, ya?”ia menanyakan namaku. “Loh, tau darimana, le?” aku mengumpan tanya. “Lagu tadi buat mbak. Dari mas Romli, mbak. Ini aku dikasih sepuluh ribu.”ia ceritakan yang sesungguhnya, lalu pergi kekursi belakangku untuk kembali menyodorkan kantong plastiknya. JDEGGGG.... Merasakan semilir angin lewat jendela samping semakin sejuk. Aku sedikit menangis karena banyak-banyak senang. Aku menyukai caranya untukku...

Rok merah selutut lebih sejengkal.

Pagi tersibuk dalam hidupku di awal Juli tahun 1997.
...semalam di toko bima.
Aku lebih senang bermain main di balik deretan baju-baju yang di jejer daripada mengekor ibuku. Dengan anak seusiaku, kami terlihat asik meskipun kami tak saling mengenal. Berlarian, bersembunyi di kamar pas. Memainkan kelambu, dan tertawa. Sesaat berhenti, karena kami tau pengawas toko memperhatikan kami dengan sinis. Yang artinya, ulah kami mengganggu dan berisik. Kami memutuskan, mengekor kembali ibu masing-masing. Saling memandang dan aku katakan Nanti kita ketemu di toko yang lebih gede dari ini. Jangan kuatir ya...
Kembali ke ibuku. Sibuk mengantre dan memilih sepasang seragam sekolah. Besok, hari pertamaku masuk SD.
Ada rok merah wiru yang dipaskan ke lututku. Panjang! Tapi nanggung. Aku menunjukkan ekspresi yang artinya....ini kegedean, buk! Mesti golek sing ukuran gede, nduk. Ben hemat gak bolak-balik tuku rok. Artinya...jadi kalau mau hemat, beli rok yang kegedean. Itu yang aku tangkap waktu itu.
...kami pulang dengan rok dan baju seukuran anak kelas lima SD.
Semalaman aku tidak bisa tidur, gugup! Aih!
Pagi. 06.45
Rok merah selutut lebih sejengkal, seragam putih yang jahitan bahunya turun limabelas senti dari bahuku. Dasi tut wuri handayani, topi yang masih bau toko, sepatu hitam dengan dua nomor lebihnya, kaos kaki putih, tas ransel merah dengan tiga buku bersampul Rajin Pangkal Pandai, Hemat Pangkal Kaya...meski seragamku terlihat aneh di badanku yang berukuran kecil, tapi aku senang karena aku sudah mau berhemat begitu kata ibuku semalam-
...di ruang kelas IA.
Aku datang pukul tujuh lebih. Telat! Aku semakin gugup melihat kerumunan ibu-ibu yang berjajar di jendela kelas. Mulai ujung sampai ujung. Ramai sekali pagi itu di sekolah baruku. Aku memasuki kelas sendirian dan...berdiam diri di depan kelas. Cukup lama! Sampai akhirnya aku di panggil ibu guru berkacamata. Dicarikan tempat duduk.
Ayah ibu hanya menungguiku selama sepuluh menit di luar kelas. Aku tau, ini juga pagi tersibuk untuk ayah ibuku di sekolahnya. Sama seperti ibu guru berkacamata tadi. Mungkin bedanya, ibuku tak harus mencarikan tempat duduk untuk murid-muridnya, karena mereka sudah besar.
Kembali ke aku. Tidak ada satupun kursi yang kosong, teman. Aku harus berbagi tempat duduk dengan Dila, teman pertamaku. Dan hanya temanku ini sangat gemuk, dan ada emaknya -ibu=emak- disampingnya. Aku mau bilang geser dong tapi takut. Mereka sama-sama besar dan aku tak punya seseorangpun yang bisa membelaku. Aku mengalah dan aku tahan pantatku yang separonya lagi.